Kamis, 07/11/2024 04:22 WIB

Pengamat: Korupsi Bidang Pendidikan Masih Merajalela

Indonesia Perlu Grand Design Pendidikan Nasional

Diskusi Rumah Kebudayaan Nasional (RKN)

Jakarta, Jurnas.com - Praktik korupsi di dunia pendidikan dinilai telah masuk pada taraf yang sangat memprihatinkan. Padahal, pendidikan merupakan salah satu tulang punggung bagi sebuah negara, untuk membangun kapasitasnya adara dapat berkompetisi dengan negara lain.

Namun celakanya, justru di Indonesia pendidikan sudah sering menjadi ajang, atau menjadi korban dari berbagai macam praktik abuse of power.

Demikian yang terungkap dalam acara diskusi akhir pekan Titik Temu Rumah Kebudayaan Nuasantara (RKN), yang menghadirkan narasumber Direktur Eksekutif Center of Education Regulations and Developmen Analysis, Indra Charismiadji dan Direktur Visi Integritas, Adnan Topan Husodo.

"Banyak korupsi di sana (dunia pendidikan-Red) mulai dari layer paling atas di tingkat pusat kebudian turun ke kasus-kasus yang terjadi di provinsi, kabupaten kota, hingga sampai ke tingkat sekolah itu sendiri," ujar Adnan Topan Husodo, di Jakarta, Sabtu, 28 Januari 2023.

Ia menjelaskan, pendidikan yang dalam konteks negara Indonesia bertingkat-tingkat mulai dari Universitas, SMA dan sederajat, SMP dan SD, masing-masing ada alokasi anggaran negara yang di sediakan untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan.

Namun demikian, praktik korupsi telah menggerogoti dunia pendidikan, sehingga berakibat pada kualitas pendidikan di indonesia sulit berkompetisi dengan negara-negara tetangga.

"Sementara pendidikan itu sendiri dalam konteks kita kan juga bertahap ya, bertingkat-tingkat. Ada Universitas kemudian juga ada SMA dan sederajatnya SMP SD, dan masing-masing ini kan juga ada alokasi anggaran negara yang disediakan untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan."

"Nah karena korupsi menggerogoti pendidikan, maka pendidikan kita ini juga kualitasnya tersok-seok kita sulit berkompetisi dengan negara-negara tetangga," Adnan Topan Husodo dalam acara diskusi rutin setiap akhir pekan, yang dipandu oleh moderator Sebastian Salang tersebut.

Keluaran pendidikan di Indonesia, lanjut dia, tidak cukup kompetitif, karena korupsi terjadi di dunia pendidikan. Menurutnya, anak didik yang menjadi bagian dari individu yang harusnya anti korupsi, justru banyak juga yang akhirnya menjadi pelaku korupsi.

"Ini yang yang saya kira memprihatinkan," tegas Adnan Topan Husodo.

Sementara itu, Indra Charismiadji memaparkan, kemampuan literasi orang Indonesia, saat ini masih berada di level functionalister alias buta huruf secara fungsi. Menurut dia, padahal anggaran pendidikan nasional mencapai angka Rp612 Triliun per tahun atau 20% dari APBN.

"Jadi kalau kita bicara dari era reformasi sampai hari ini sudah belasan ribu triliun yang keluar untuk pendidikan tapi kalau kita sampai hari ini kemampuan literasi Orang Indonesia itu masih di level functionalister alias buta huruf secara fungsi. orang Indonesia menurut Bank Dunia itu bisa baca bunyi tapi enggak paham apa yang dibaca," tegasnya.

Sehingga dampaknya, kata dia, orang Indonesia menjadi adalah salah satu bangsa yang paling enggak bisa membedakan mana fakta mana opini. Menurutnya, hal itu terjadi karena orang Indonesia tidak terbiasa memiliki referensi.

"Jadi kalau dari situasi kita lihat antara anggaran pendidikan yang begitu besar, dengan hasil yang dicapai nilai bisa kita kan jeblok terus, logikanya kan pasti ada yang enggak beres," ungkapnya.

untuk itu, lanjut dia, untuk membawa pendidikan di Indonesia dapat berkmpetisi dengan negera lain, maka pemerintah perlu menata kembali sistem pendidikan nasional. Ia menjelaskan, menata pendidikan dengan sistem pendidikan Indonesia yang membawa kepada pendidikan yang cerdas namun tidak membabawa kepada pelilaku koruptif.

"Namun itu saja tentu tidak cukup, karena harus ada pelaksanaan, pengawasan dan lainnya. Persoalannya Indonesia saat ini tidak memiliki planing yang benar bernar terencana secara jangka panjang, dalam bidang pendidikan. Akibatnya setiaop ganti menteri maka ganti kebijakan" pungkas Indra Charismiadji.

Hal senada juga dikatakan, Adnan Topan Husodo. Menurut dia, Indonesia tidak pernah memiliki grand design pendidikan nasional. yang ada sekarang hanyalah program jangka pendek yang diulang-ulang dan tidak terukur.

"Setiap ganti mentyeri ganti jurikulum, padahal intinya itu-itu juga, hanya diulang-ualng dengan nama atau istilah baru," katanya.

Karena itu, Adnan Topan Husodo berharap pemerintah melakukan reformat pendidikan dari tingkat yang paling dasar. Hal tersebut menurut dia, karena pendidikan dasar merupakan yang hal paling penting untuk membawa anak mengikuti pendidikan di jenjang berikutntya.

"Ketika anak-anak sudah punya critical thinking, maka akan lebih mudah untuk mengikuti pendidikan ke jenjang berikutnya," jelasnya.

Selain itu, ia juga mebgingatkan pendidikan gukan hanya urusan sekolahan, melainkan perlu diperhatikan pula pendidikan orang tua yang harus didorong untuk dapat memberikan kritik atau merespon sekaligus berpartisipasi dalam berbagai kegiatan di masyarakat.

Pendidikan anak di rumah ini penting, salah satnya adalah soal kesehatan, asupan gizi hingga membiasakan membaca. Sekarang kan kondisinya mindset orang tua terhadap pendidikan itu outsource. Karena orang tua menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak kepada pihak sekolah," pungkasnya.

KEYWORD :

Grand Design Pendidikan Korupsi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :